Tentang Memilih

5:22 AM

05.00 AM

Sebenarnya, aku bukanlah orang yang senang memilih. Aku tidak pintar memilih salah satu di antara dua, atau tiga, atau berapapun itu pilihannya. Memilih rasanya membuatku menjadi orang yang tidak adil, karena harus mengutamakan yang satu di banding yang lain. Membandingkan yang satu dengan yang lain. Mungkin yang satu lebih ini, sedang yang lain kurang ini. Padahal itu hanyalah caraku melihatnya. Bisa jadi, sebenarnya mereka bernilai sama.

Dan tentu, hal itu berkaitan dengan manajemen waktuku, atau bahkan prioritas pekerjaanku. Mungkin, tidak suka memilih ini yang membuatku menjadi orang yang senang menunda pekerjaan, atau dalam bahasa yang sekarang sedang sering digunakan orang, procrastinator. Karena tidak bisa memilih mana yang paling penting, aku jadi mengerjakan semuanya dalam sekali waktu. Dan terkadang juga langsung meninggalkannya bersamaan, tidak peduli sama sekali. Nanti saja, bila sudah dekat waktunya, pasti akan kukerjakan. Dan pasti akan selesai, karena toh, selama ini juga selalu begitu.

Kalau dilihat begitu, rasanya orang pasti mengira aku orang yang membosankan. Atau paling tidak, orang yang menyukai kegiatan yang membosankan. Monoton. Mengerjakan yang itu-itu saja. Melakukan yang sudah menjadi keseharian.

Padahal kalau menurutku, tidak juga. Aku terkadang suka memutuskan tiba-tiba. Ketika pulang kantor dan merasa ingin ke mall, aku bisa langsung mengubah haluan dan mengganti tujuan. Atau kalau sebenarnya sudah ingin pulang setelah merasa tidak bisa melanjutkan naskah yang tertunda di sebuah coffee shop di hari Sabtu, aku bisa saja tiba-tiba sudah memilih ke toko buku, dan bukannya kembali pulang ke kamar kecilku. Aku juga bosan hanya di kosan melulu.

Ah, ya. Bosan. Ya, bosan. Bosan biasanya muncul ketika sudah merasa terlalu lama berada pada keadaan tertentu, yang terus menerus, yang monoton. Aku sering merasa bosan juga, apabila mengerjakan hal yang sama terus menerus. Dan rasanya itu yang membuatku memutuskan untuk perlu mencari tempat lain, tempat baru untuk ditempati, untuk mengerjakan hal baru dan bukan pekerjaan monoton yang sama dan terus menerus, yang sudah kukerjakan beberapa waktu belakangan ini,

Bukan tanpa pemikiran panjang. Aku sudah melewatkan 4 kali permintaan, 4 kali memberikan kesempatan, 4 kali merasa masih belum bisa pergi, 4 kali berpikir bahwa perubahan akan menjadi berat. Walaupun mencari tetap kulakukan, tapi kerap kali aku pula yang melewatkan kesempatan. Padahal, bukankah kesempatan itu yang kucari? Kesempatan untuk keluar dari kebosanan dan mengerjakan hal yang sama terus menerus.

Dan kini, ketika ada pilihan di depan mataku, ketika sesuatu yang baru memutuskan akan memberikan kesempatan, dan aku sudah sejauh ini untuk mengambil kesempatan itu, kenapa rasanya berat sekali untuk meninggalkan yang lama? Meninggalkan kebosanan yang ingin aku hindari. Meninggalkan pekerjaan monoton yang terus menerus membuatku mengerjakan hal yang sama.

Sekali lagi, satu hal tentang memilih, adalah kau akan melihat keunggulan yang satu dibanding yang lain. Juga kelemahan yang satu dari yang lain. Dan memang, ada banyak keunggulan yang diliki masing-masing, yang ditawarkan masing-masing. Sekarang masalahnya, mana yang lebih banyak memberikan keuntungan? Mana yang lebih baik? Mana yang membuatmu lebih nyaman? Dan mana yang lebih lainnya yang harus diperhatikan.

Memilih dan prioritas memang bukanlah keahlianku, sama sekali. Mungkin karena itu juga aku biasanya hanya menerima. Menerima dipilihkan universitas dan fakultas yang dirasa cocok untukku. Menerima pekerjaan yang kiranya sesuai bagiku. Menerima gelar-gelar yang sekiranya adalah yang terbaik bagiku. Menerima jalan yang sudah diarahkan untukku. Selain karena aku memang tidak bisa memilih dan menentukan pilihan, mungkin juga karena aku sendiri belum mengetahui apa yang aku ingini.

Ingin. Sekarang ini tentang keinginan. Objektivitas. Keegoisan.

Tapi mungkin, objektivitas dilahirkan dari prioritas.  Sesuatu lebih ini dan lebih itu, karena ada prioritas di dalamnya. Ada faktor-faktor yang membuatnya lebih unggul, atau malah lebih lemah. Ada hal-hal yang harusnya diperhitungkan, dianggap lebih dibanding yang lain, diprioritaskan, dijadikan yang paling atas.

Sudah kuputuskan, walaupun aku sudah tahu sejak lama. Aku memang tidak pandai memilih. Aku takut memilih A, karena hal-hal meggiurkan yang ditawarkan B. Tapi aku juga takut memilih B, karena hal-hal yang masih menarik yang dimiliki A.

Kini, bagaimana aku harus memilih?




R . A . P

You Might Also Like

0 comments

Search This Blog

Total Pageviews